Minggu, 23 Oktober 2011

bukanlah kisah siti nurbaya


pict from google

Kemaren malam, seorang teman dekat menghubungi saya untuk berbagi cerita. Dan suatu kebahagiaan ketika mendengar gelak tawanya lepas kembali setelah beberapa waktu ini cerita sedih selalu diutarakannya setiap menghubungi. Sekarang ia sedang bahagia. Permasalahan yang beberapa waktu lalu telah terselesaikan.  Dan sebuah keputusan besar telah diambilnya  dengan keyakinan untuk menjalani. Keputusan apakah itu? Menerima calon yang dikenalkan orang tuanya. Hellloooww…. Ini bukan zaman Siti Nurbaya lagi kan? Bahkan, kisah Siti Nurbaya yang sebenarnya bukanlah mengenai kisah kawin paksa seperti yang melegenda di masyarakat  selama ini. Orang tua Siti Nurbaya tidak pernah memaksa anaknya untuk menerima lamaran Datuk Maringgih sebagai kompensasi atas hutang-hutang ayahnya. Siti Nurbaya sendirilah, yang mengikhlaskan diri dan hatinya sebagai wujud bakti dan cinta seorang anak kepada orang tuanya. Jadi sama sekali, jangan samakan kisah Siti Nurbaya sebagai kisah kawin paksa. 

Kisah sahabat sayapun bukanlah kisah Siti Nurbaya ataupun kisah kawin paksa yang sebenarnya. Ia hanya terjebak dalam kedangkalan komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam rencana besar itu, yaitu dia, calonnya dan orang tua serta keluarga besarnya. Tapi ketika di akhir episode ceritanya ini, kedangkalan itu dapat digali hingga ruang lapang tersedia bagi jalan mereka. Dan saat ini, ia bisa menarik nafas lega sementara, sebelum melanjutkan perjalanannya menuju tujuan yang mereka inginkan. Dan saya bercerita disini, tidak ada maksud untuk membeberkan kejadian-kejadian sebelumnya, tapi hanya untuk berbagi kisah, dengan harapan ada hikmah terselubung dari kisah ini yang bisa dipetik dan ia sudah mengizinkan saya untuk menceritakannya kepada kalian.

Kisah ini berawal, ketika ia untuk kesekian kalinya meminta pendapat saya untuk ikut serta memberikan penilaian terhadap calon yang diajukan orang tuanya. Seperti biasa, saya bersemangat mendukungnya untuk segera memilki pendamping. Dan saya sangat maklum dengan kekhawatiran orang tuanya, mengingat umur kami yang sudah pantas untuk menggendong bayi. Dan mereka juga pasti sudah merindukan panggilan manja dari generasi penerus kami. Orang tua saya juga pasti menginginkan hal seperti itu. Bedanya, saya sudah ‘membawa’ seseorang itu kepada keluarga besar dan insyaallah, jalannya akan segera saya tempuh. Sementara teman saya, saat itu belum juga mengambil sikap atas keinginan orang tuanya, hingga keluarga besarnya ‘heboh’ mencarikan ‘seseorang’ itu.  Dan entah kenapa, sudah lama proses seperti itu berlangsung, beberapa tahun belakangan ini, semua calon yang diajukan sukses kami (saya ikut andil sebagai si pengambil keputusan) tolak. Dan kisah ini, juga mungkin akan berakhir sama, jika saja kesabaran itu berbatas. 

Saya masih ingat, tersedu-sedu dia menangis menolak proses ini karena melihat calonnya bersikap seolah-olah ini adalah hal kecil dan remeh temeh. Sementara teman saya selalu didesak keluarganya untuk segera mengambil sikap. Sikap yang seperti apa?????, geramnya, jika calonnya itu saja tidak bergerak sama sekali, maju tidak, mundurpun tidak. Teman saya stress tingkat tinggi. Sayapun kollaps memberinya semangat, karena saya sendiripun geram dengan permasalahannya. 

Saya hanya mampu menghiburnya dengan kata-kata sabar. Ini adalah jalan yang harus dilalui. Dan seberapa kuatpun ia menyangkal, beban itu sudah ditaruh dipunggungnya, dan ia harus tetap melangkah membawa beban itu hingga garis finish yang sudah ditetapkan. Akhir dari masalah ini sudah ada, tinggal menjalaninya dengan sikap yang sabar dan lapang dada. Apapun tujuan dari kisah ini, ada ‘sesuatu’ yang terselip di balik ini semua. Jika berakhir dengan komitmen kebersamaan, beban ini akan menjadi modal bagi mereka berdua dalam menjalani bahtera selanjutnya. Bahwa mereka berdua pernah terseok karena kerikil-kerikil tajam, tapi mampu berjalan hingga ke ujung. Dan jika seandainya berakhir tanpa kebersamaan, ini akan menjadi sesuatu hal yang ia yakini sebagai salah satu cara Rabb  untuk menguji kedewasaannya dalam menjalani hidup.

Hidup itu adalah untuk memilih. Ia tidak boleh larut dalam permasalahan yang mendayu-dayu menguras kekuatan fisik dan pikiran. Ia harus segera mengambil sikap. Maju atau mundur sekalian. Mau tidak mau, komunikasi harus diperbaiki. Rapat penting empat mata mereka harus segera diadakan. Ganjalan-ganjalan dan keberatan harus didiskusikan. Setelah itu, satu dari dua jenis keputusan tadi adalah jawabannya. Dan, this is it…. Blash…seketika, Tuhan sang Maha Pemilik Hati, memberikan keyakinan kepada mereka berdua untuk mengecap manisnya apa itu cinta. Barakallah, sahabat, semoga jalan selanjutnya dimudahkan Sang Pemilik Cinta. Congrats yee… ^_^




Jumat, 21 Oktober 2011

Something New

serasa ada yang berbeda dalam kunjunganmu kali ini? yup,, ada beberapa perubahan yang saya lakukan pada blog ini. kamu yang sering bermain-main di'padang ilalang' ini sebelumnya pasti 'ngeh' banget dengan perubahannya. ga tahu kenapa tiba-tiba aja ada kebosanan dengan template saya sebelumnya yang manis banget berlatar pink. pengen sesuatu yang simpel dan 'teduh' dengan warna putih. setelah browsing nyari-nyari template yang dominan putih, ternyata tidak mudah buat yang cocok di hati. seharian ini saya masih mengutak atik dan mencari-cari dimana....dimana....dimanaaa..... :D tapi belum juga ketemu. belum putus asa sih, masih semangat mengobrak-abrik, tapi buat sementara pake punya blogger dulu, yang bertema simpel dengan latar belakang putih ini. 

jika kalian nyasar kesini karena kaget 'celoteh dandelion' ini blog siapa, maka saya beritahu, sini.... hihihihi...hmm,, ternyata memang kebosanan sedang melanda saya. nama blog saja harus saya ganti. jadi "Celoteh Dandelion" ini adalah si "Bunga Rumput di Padang Ilalang", :D alasan kenapa diganti, idem, yaitu pengen sesuatu yang baru tanpa mengurangi makna dari si bunga rumput. bukankah dandelion adalah si bunga rumput yang cantik yang ada di padang ilalang?? nah tanpa mengurangi tema dari blog ini, maka si bunga rumputpun berganti nama, entahlah esok-esok apakah akan kembali lagi ke bunga rumput jika bosan datang melanda saya kembali, hehehehe..... *ga jelasssss..... :p

ya udah deh ya, saya cuma mau kasih tahu itu aja, :D :D selamat datang di padang ilalang, bermain-mainlah dengan helaian dandelionnya.... ^_^

happy blogging, temans... :)



Jumat, 07 Oktober 2011

diklat for fun

Seminggu ini terasa berlalu begitu saja, tanpa perlu capek menghitung hari. Berbeda dari minggu-minggu biasanya. Kamu tahu kenapa? Karena... saya di utus kantor untuk mengikuti diklat di Badan Diklat Provinsi. Awalnya sempat khawatir juga karena diklat yang akan saya ikuti ini berhubungan dengan penatausahaan keuangan daerah. Nah lho....:p Kamu ngapain disana Cha???? Hehehe,,saya juga manyun waktu di bilangin Pak Bos mengikuti diklat ini. Secara latar belakang pendidikan saya bukan temen-temennya ekonomi dan keuangan. Di kantorpun saya bukan bendaharawan atau pembantu bendahara atau orang yang notabene kerjaannya ngurusin duit. Makanya waktu surat tugas itu ada di tangan saya, saya masih bingung, why me gitu lohh... ^^

Tapi walau bagaimanapun juga, saya tetap semangat menerima tantangan ini. Kekhawatiran harus segera dilenyapkan. Bayangan suatu warna baru yang akan saya dapatkan berkelip-kerlip indah dalam pikiran. Saya harus coba menerima tugas dan kesempatan ini. semua hal saya persiapkan menjelang mengikuti diklat. Mulai dari ngumpulin baju putih, membuat surat perintah tugas, sampai persiapan mental jika andai di diklat hanya saya seorang yang bukan orang keuangan. Kalau iya, melongolah saya dan saya tidak mau hal itu terjadi. Walau bukan orang keuangan, saya bisa mengikuti diklat ini, dan saya akan mempelajari suatu pelajaran dan pengalaman baru. Dan jikapun bahan ajar di diklat nantinya akan sulit saya pahami, setidaknya saya akan memiliki koneksi dan kenalan dengan rekan-rekan dari SKPD lain. Tepe-tepe mah kata abegeh... hehehehe....

Ternyata, lima hari yang saya lalui seminggu ini terasa lain. Tidak ada rutinitas kantor dengan apel pagi dan apel sore yang harus dijalani. Berangkat ke diklatpun agak siangan, tidak seperti jam kantor. Tidak ada pulang kantor yang seenaknya aja, Semua manut dengan peraturan diklat yang telah disepakati. Diklatpun berlangsung santai dan tidak diribetkan dengan hal-hal yang rumit. Pesertapun satu sama lain mudah bersosialisasi dan bersahabat. Kebanyakan peserta adalah yang memang sudah malang melintang di dunia perbendaharaan atau keuangan.  Tapi saya mah cuek aja, karena juga ada temennya yang bukan dari keuangan. Jadi saya ga melongo sendiri, hehehe...

Memang dasar namanya diklat ya, metode pengajaran yang dilakukan tetap saja monoton. Seperti kaya belajar di kuliahan. Pematerinya hanya duduk menerangkan slide. Sementara kami para peserta sibuk dengan urusan msing-masing. Saya yang memang di awalnya tidak paham dengan apa yang sedang dibicarakan pemateri, lebih memilih meoret-oret kertas catatan dengan tulisan dan gambar-gambar aneh, dan sesekali mengganggu peserta lain dengan pernyataan, "saya ga ngerti ini lagi bahas apa"

Pada hari pertama sampai hari ketiga sukses saya lewati hanya dengan memandang slide di depan dengan tampang pura-pura mengerti. Kata temen saya dulu dikuliahan, saya sangat jago dalam memasang tampang, hahahaha.... Dan itu yang saya praktekan saat itu. Dan sayapun sukses melalui tiga hari dengan hanya senyum-senyum tebar pesona doang.
Materinya berat, bagi saya yang anak teknik yang lebih suka kepraktisan. Terlalu njlimet memang soal uang-uang ini. Saya lebih tertarik ketika ada pemateri menjelaskan memakai diagram alir dan mengadakan diskusi kelompok. Lebih masuk ke benak saya daripada harus mendengarkan pemateri berceloteh di depan kelas. Akhirnya pada hari ke empat dan kelima, untuk menghindari kebosanan dan mengurangi dosa mengganggu orang lain saya memutuskan membawa si lappy ke kelas. Jika materinya kurang menarik, saya lebih memilih fokus dengan si lappy dan blog saya dibandingkan harus memasang muka pura-pura mengerti lagi, hehehe.... Toh saya berpikir, materinya bisa saya copy dan saya baca di rumah. 

Lepas dari keadaan itu semua, hari-hari saya jalani dengan ceria. Tidak ada beban pekerjaan kantor yang harus diselesaikan. Semua peserta sepertinya memang menjadikan diklat sebagai ajang untuk menyegarkan/ merefresh pikiran dari rutinitas kantor yang cukup membosankan. Usia para peserta beragam. Mulai dari CPNS seperti saya yang baru lulus tahun ini sampai dengan ibu-ibu dan bapak-bapak yang sudah dinas bertahun-tahun sebagai abdi negara. Tapi, walau usia yang bertaut jauh, tidak ada jarak diantara kami. semua melebur bercanda dan berbagi. Baik berbagi ilmu dan pengalaman maupun berbagi permen dan kacang goreng di sela-sela belajar dan traktiran pempek di waktu jam snack pagi, hehehe...

Jam istirahat snack dan makan siang adalah jam favorit kami. Ya iyalah, hahaha... =D
Yang membuatnya begitu istimewa adalah kami akan berkumpul, berbagi cerita, dan bercanda sembari menikmati teh atau kopi dan kue-kue yang disediakan panitia. Dan kamilah, anak-anak baru yang sering menjadi bahan becandaan, tapi seneng aja,,,,dan setelah itu, kami akan dapat traktiran pempek dari para senior-senior itu (baca: ibu-ibu, red). O iya, kalian jangan heran yah, kalau di daerah Jambi dan Palembang, pagi-pagi orang-orangnya terbiasa sarapan pempek lengkap dengan cuka pedes asemnya...hmmm....yummmyyy.... saya juga jadi terbiasa  jadinya. Dan setelah makan siang, setelah sholat Zuhur di mesjid, berbaring bersama sambil berbagi cerita menjadi acara kami menjelang jam setengah dua.Ada saja topik pembicaraan yang bisa dibahas. Mulai dari berbagi pengalaman sewaktu mengikuti prajabatan sampai masalah jodoh.... teteeeeuuppp ^^

Tak terasa, lima hari terlewati sudah. Tiba-tiba saya begitu malas untuk meninggalkan diklat ini. Kedekatan sebentar yang terjalin begitu nyaman di hati saya. Dan hari Senin depan saya harus kembali melaksanakan rutinitas kantor. Bekal dari ilmu keuangan memang belum banyak saya dapatkan, karena kebanyakan bengongnya, tapi saya akan belajar. Diklat ini hanyalah sebagai media penyampai proses belajar, namun belajar yang sebenarnya adalah bergantung pada kemauan dan kesanggupan kita untuk menerima tantangan. Belajar bukan hanya sekedar teori yang tertera dalam slide pemateri, tapi bagaimana teori-teori itu bisa menjadi pendukung pengalaman kita dalam mempelajari sesuatu. Dan hasil belajar dari diklat tersebut bukan hanya sekembalinya saya dari pelatihan ini saya akan bisa melakukan semua penatausahaan keuangan saja, tetapi juga bagaimana saya bisa menjalin hubungan yang baik dengan sesama peserta lainnya. Lima hari dalam kebersamaan membuat kita menyadari bahwa belajar tak hanya terkungkung dengan pola pikir kita tapi bagaimana memperluas cara pandang dalam mengelola pola pikir tersebut. dan diklat ini memberikan isyarat tak tertulis akan hal itu. 

Hari Senin depan saya akan kembali ke kantor, kembali dengan rutinitas yang mungkin akan menjenuhkan, tapi saya akan kembali dengan baterai full-charged akan sebuah semangat untuk tetap belajar. Happy do your routine, pals... ^_^



LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...