Sabtu, 30 April 2011

Ku Menunggu


Rossa - Ku Menunggu

Senyum saya selalu mengembang jika mendengar lagu ini... 
...^_^...




Minggu, 03 April 2011

Dewek-an be...

Apa yang terlintas di pikiran kalian waktu membaca judul diatas? Mengernyitkan dahi?  Sama. Saya juga melakukan hal serupa begitu mendengar ungkapan diatas. Artinya, kalau dalam bahasa Minang, asal saya, sama dengan surang se.  Ada kemiripan pada ujungnya kan? Kalo diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia artinya ‘sendirian saja’. Jadi, itu bahasa apa? Trus  kenapa jadi judul postingan saya kali ini? Tentang apa yang mau dibicarakan? Okay..pertanyaan-pertanyaan itu akan terjawab sekaligus mengobati rasa penasaran kalian kenapa beberapa waktu lalu Padang Ilalang ini semakin merimbun tak terurus, kemana perginya saya. Halaaahh…#sapa  juga yang nyariin  :p

Hampir memasuki satu bulan saya berada di kota ini. Kota Jambi. Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah.  Kota yang tak pernah terpikir oleh saya sebelum-sebelumnya sebagai tempat untuk mencari hidup dan kehidupan. Walaupun bertetanggaan dengan Sumatera Barat, saya belum pernah mengunjungi salah satu Kota/ Kabupaten yang ada di Propinsi ini.  Dan ini adalah kota kedua saya hidup di perantuan. Sebelumnya sempat merasakan kehidupan dan hiruk pikuk kota Jakarta dan Tangerang. Dan kali ini, kota Jambi memberikan saya sebuah harapan untuk sebuah masa depan. Insyaallah, amanah masyarakat dan pemerintah Provinsi Jambi dapat saya jalankan dengan sebaik-baiknya. Semoga.

Peta Provinsi Jambi

Perjalanan awal ke kota Jambi dari kota saya, Padang, Sumatera Barat, terasa sangat mengesankan. Jangan pikir karena kedua provinsi ini bertetanggaan, bisa ditempuh dalam waktu singkat. Saya membutuhkan waktu sekitar 10-12 jam ke kota Jambi. Perjalanan dapat dilakukan dengan menggunakan bus sore atau malam.  Berangkat jam 19.00 WIB dari Padang sampai di kota Jambi kira-kira pada pukul 07.00-08.00 WIB, bahkan bisa lebih tergantung situasi di jalan.  Bus hanya berhenti pada waktu makan malam dan Isya kira-kira pada pukul 20.00 WIB dan sholat subuh pada pukul 05.00-05.30 WIB. Selain bus, bisa juga menggunakan jasa travel dengan biaya sedikit lebih mahal  jika dibandingkan dengan naik bus. Tapi waktu tempuh kurang lebih sama. Saya cukup mengeluhkan perjalanan yang membuat badan saya lelah dan mengantuk ini keesokan harinya, karena seharian duduk lama di sepanjang perjalanan. Dulu, konon kabarnya pernah ada pesawat yang berangkat dari Padang ke Jambi. Tapi mungkin karena peminatnya yang sedikit hingga rute perjalanannya ditiadakan. Jika maksa harus naik pesawat, kita harus transit dulu ke Jakarta, hehehe…. :D

 Provinsi Jambi ini sangat luas. Terbukti dengan jarak tempuh antar kota dan kabupatennya sangat jauh. Terasa sangat berbeda dengan Sumbar saya, yang dalam satu hari kita bisa mengunjungi beberapa objek wisata di kota dan kabupaten yang berbeda. Sedangkan di Jambi waktu kita lebih banyak habis di perjalanan. Saya sempat terkaget ketika menanyai teman yang tinggal di Kota Sungaipenuh mengatakan bahwa Jarak Sungai Penuh-Jambi sama dengan jarak Sungai Penuh-Padang. Ck…ck…ck.... Yah, begitulah, Jambi memiliki wilayah yang cukup luas. Yang 60% lahannya merupakan perkebunan dan kehutanan. Jadi jangan kaget, di sepanjang perjalanan akan lebih banyak menjumpai hutan dan perkebunan sawit.

Mengenai objek wisata di Jambi setahu saya yang baru mengenal kota ini dan juga menurut pengakuan beberapa teman disini, Jambi tidak memiliki objek wisata sebanyak di Sumbar. Objek wisata alam hanya bisa di temukan di Kabupaten Kerinci lengkap dengan danau, gunung dan kebun tehnya. Sedangkan di kota Jambi sendiri, Sungai Batanghari yang sangat luas itu menjadi andalan pariwisatanya. Saya pernah menyebrangi Sungai ini dengan menggunakan perahu atau orang-orang disini menyebutnya ketek. Sayang, air sungai ini berwarna kuning, mungkin karena kandungan lumpurnya yang cukup tinggi yang dibawanya dari hulu. Sungai Batanghari inilah menjadi tempat bagi masyarakat untuk menghabiskan liburannya selain pusat perbelanjaan/ mall. 


Sungai Batanghari

Masyarakat kota Jambi sendiri banyak dihuni oleh perantau/ pendatang, apalagi dari Sumatera Barat. Cukup banyak saya temukan urang awak  disini. Tidak dimana-mana, orang Minang ini selalu ada saja. Dulu waktu masih di Tangerang pun, sangat banyak saya menemukan orang Minang. Dan bertemu orang sekampung di perantauan merupakan  kebahagian tersendiri ^__^. Tapi tentu saja, ke-MInang-an mereka sudah terintegrasi dengan budaya setempat, karena bagi orang MInang, dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung, tanpa melupakan dan meninggalkan kebudayaan Minang yang sebenarnya. Jadi walaupun pada awalnya saya bertemu mereka dengan logat dan bahasa Jambi tapi ternyata setelah mengetahui kalau berasal dari ranah Minang, bahasa Minang masih terasa kental keluar dari mulut mereka. Dan itu membuat saya bahagia sebagai rang awak.

Saya tidak tahu untuk berapa lama saya akan tinggal disini. Saat ini Jambi sudah memberikan saya sebuah harapan. Harapan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Rencana Tuhan memang selalu membuat saya tercengang dan tersenyum. Penuh rahasia dan kejutan. Terimakasih ya, Rabb untuk amanah ini.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...